Waktu mengqadha puasa Ramadan ialah dari tanggal dua Syawal hingga menjelang hingga bulan Syaban. Berdasarkan itu, seseorang memiliki waktu setahun atau kurang lebih sebelas bulan setelah bulan puasa.
Menurut penjelasan Ustadz M. Abdul Wahab dalam kutipan ceramahnya di akun Youtube Rumah Fiqih Indonesia, tidak boleh seseorang mengakhirkan qadha puasa atas puasa yang ditinggalkannya di bulan Ramadan. Artinya, berdosa seseorang jika dia mengakhirkan qadha puasa Ramadhan sampai masak kembali ke Ramadhan berikutnya.
“Jadi waktu mengqadha itu adalah setahun atau sebelas bulan setelah bulan puasa itu. Setelah itu, kalo masuk bulan puasa berikutnya, maka ini sudah tidak boleh, artinya berdosa kalau dia mengakhirkan qadha puasa Ramadan sampai masuk ke bulan puasa berikutnya,” ucap Ustadz M. Abdul Wahab dalam dalam kutipan ceramahnya di Channel Youtube Rumah Fiqih Indonesia.
Namun demikian, terdapat dua kondisi yang mengakibatkan seseorang terlewat untuk membayar qadha puasa yang ditinggalkannya, yakni karena ada udzur dan lalai. Nah, untuk mengetahui lebih jelasnya lagi berkaitan dengan hukum bagi orang yang mengakhirkan qadha puasa sampai bertemu kembali dengan Ramadan berikutnya, baca artikel ini sampai selesai yuk!
Hukum Mengakhirkan Qadha Puasa Ramadan
Mengutip ceramah Ustadz M. Abdul Wahab, para ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh hukumnya mengakhirkan qadha puasa sampai masuk ke bulan Ramadan berikutnya. Berkaitan dengan batasan qadha puasa, beliau mengutip hadits dari hadits dari Aisyah RA berikut ini:
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ»، قَالَ يَحْيَى: الشُّغْلُ مِنَ النَّبِيِّ أَوْ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Saya mempunyai tanggungan utang puasa Ramadhan. Saya tidak mampu mengqadhanya kecuali di bulan Sya’ban. Menurut Yahya, Aisyah mengqadha di bulan Sya’ban dikarenakan ia sibuk melayani Nabi Muhammad SAW.” (Muttafaq alaih)
“Berdasarkan hadits ini ulama menyimpulkan bahwa Nabi memang melarang mengakhirkan qadha puasa sampai masuk bulan puasa berikutnya. Karena Aisyah sendiri beliau berusaha untuk mengqadha sampai di bulan Syaban baru bisa mengqadha nya. Jadi tidak diakhirkan sampai bulan Ramadhan berikutnya,” sambungnya.
Namun, terdapat dua kondisi berkaitan dengan ini sehingga seseorang tidak sempat atau memiliki keluangan untuk membayar qadha puasa yang ditinggalkannya di bulan Ramadan yakni karena ada udzur dan lalai atau malas.
Bagi seseorang yang memiliki udzur seperti pelaut atau mengalami sakit yang berkesinambungan sampai Ramadan berikutnya, maka terdapat keringanan baginya. Adapun, bagi orang yang memiliki kesempatan untuk mengganti qadha puasanya, namun lalai sehingga tidak membayar qadha sampai bertemu kembali dengan Ramadan berikutnya, maka dosa baginya atas kelalaiannya.
“Tapi kalau yang kedua, dia mengakhirkan qadha puasanya itu karena lalai, karena malas-malasan, dia mengakhirkan sampai masuk ke Ramadan berikutnya dia belum lagi mengqadha puasa Ramadan yang lalu. Nah, ini ulama sepakat ini hukumnya tidak boleh artinya berdosa yah, kalau tanpa udzur karena lalai karena malas-malasan sehingga masuk lagi ke Ramadan berikutnya, maka ini berdosa,” sambungnya.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Mengakhirkan Qadha Puasa Ramadan?
Orang yang mengakhirkan qadha puasa karena ada udzur misalnya karena sakit yang berkesinambungan atau misalkan menjadi seorang pelaut, maka ia hanya cukup membayar qadha puasanya saja setelah selesai Ramadan berikutnya.
“Ada orang yang mengakhirkan qadha Ramadan, mengganti puasanya itu karena ada udzurnya, karena sakit yang berkesinambungan, sakitnya terus menerus sampai setahun lamanya sehingga dia belum sempet untuk mengqadha puasanya, maka ini dia tidak masalah, dia hanya wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan walaupun sudah masuk Ramadan berikutnya,” jelasnya.
Sementara itu, bagi orang yang memiliki kesempatan yang luas untuk mengganti puasanya, namun karena kelalaiannya sehingga tidak bisa mengganti puasa yang ditinggalkannya, maka ia tetap wajib mengqadha puasa dan juga wajib membayar fidyah.
“Menurut jumhur ulama dalam mazhab maliki, mazhab syafi’i dan mazhab hanbali, orang yang mengakhirkan qadha puasa sampai masuk ke ramadan berikutnya, selain ia wajib mengqadha puasa di bulan Ramadan yang telah lalu, dia juga wajib untuk membayar fidyah,” jelasnya.
Kemudian, ulama Mazhab Hanafi memiliki pendapat yang berbeda berkaitan dengan seseorang yang mengakhirkan qadha puasa hingga bertemu kembali dengan Ramadan berikutnya. Menurutnya, orang yang demikian hanya wajib mengqadha saja tanpa harus membayar fidyah.
Hal itu berdasarkan firman Allah dalam QS. Al Baqarah ayat 184 yang mengatakan fa mang kana minkum maridlan au ‘ala safarin fa ‘iddatul min ayyamin ukhar, artinya Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
“Nah di ayat tersebut hanya dikatakan ‘fa ‘iddatun min ayyamin ukhar’, ganti dihari yang lain, tidak ada kalimat harus bayar fidyah, maka berdasarkan ayat ini maka dalam madzhab Hanafi, Imam Abu Hanifah mengatakan orang yang lewat qadha puasa sampai ketemu Ramadan berikutnya, yang wajib dilaksanakan hanya qadhanya saja, tidak wajib membayar fidyah berdasarkan ayat itu”, ucapnya
Sahabat, itulah ulasan mengenai hukum orang yang terlewat qadha puasanya sampai bertemu kembali dengan Ramadan berikutnya. Semoga bermanfaat dan menjadikan kita lebih baik lagi, adapun bagi sahabat yang masih memiliki utang puasa, sebaiknya segera membayarnya baik secara langsung keseluruhan atau dengan cara menyicilnya satu persatu sebelum Ramadan tiba.
Cari tahu juga yuk siapa saja yang dapat mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkannya dengan membayar fidyah dalam artikel berikut ini: Orang yang Dapat Mengganti Puasa dengan Fidyah